"ingat atau kami ingatkan"
宿命
syu-ku-mei
"Takdir"
"Kehidupan memiliki caranya sendiri untuk memberi tahu kita kalau suatu hal tidak bisa diubah"
Aku mendengarnya,
Aku mengingatnya,
Aku berkontemplasi.
Aku memutar balik waktu dalam pikiranku, melihat kembali apa yang telah terjadi, memilih.
Berusaha mencari suatu contoh yang dapat menjelaskan dengan lebih baik kalimat diatas.
Berdasarkan kejadian-kejadian yang aku ingat,
Aku sadar, terdapat pola.
Pola yang seringkali berujung menjadi suatu penyesalan,
Penyesalan itu terus terjadi, menumpuk, memenuhi pikiranku, menghantui ingatanku, dan merogoh jiwaku.
"Manusia, makhluk sosial yang hidup dengan saling butuh satu sama lain."
Adalah definisi yang terus diulang, sejak entah kapan, mengakar.
Tapi memang benar adanya.
Segala hal yang terjadi pada Manusia, saling berkaitan, saling memenuhi, dan saling mengikat.
Hilangkanlah seorang Manusia,
Lingkungan, tempat dia tinggal, tempat dia jalan, tempat dia kerja, tempat dia hidup.
Orang-orang, secara langsung dan tidak langsung berinteraksi dengannya.
Tanpa disadari, kedua hal tersebut akan dipengaruhi, berubah, baik besar atau kecil.
Eksistensi, tipis dan hilang.
Bukti bahwa segala sesuatu,
Manusia dan Manusia,
Begitu terhubung, sering tidak terlihat.
Tampaknya aku, berbeda.
Kontradiksi.
Seperti yang telah kusebutkan, pola.
Pola yang terus dan terus berulang,
pola yang menyangkal definisi Manusia.
Semesta berkali-kali memberi tahu aku ketika pola tersebut akan terulang kembali.
Tetapi,
Aku terlalu tebal.
Aku terlalu terdistraksi.
Aku terlalu bodoh untuk bisa melihatnya.
Pola yang terus berulang membentuk tumpukan yang menggunung.
Tumpukan yang merupakan penyesalan dan penyesalan.
Pada pengulangan ke-entahlah mungkin 537,
Semakin aku melihat dan semakin aku sadar,
Semesta berusaha untuk memberi tahuku sesuatu.
"Kami beri tahu, ini takdirmu"
"Ingat atau kami ingatkan'
Sekarang aku paham,
"oke, baiklah"
"Ini akan menjadi tugas yang berat"
"Mau bagaimana lagi, kalian telah memberinya padaku"
Memang susah, sangat susah.
Seringkali alam bawah sadarku mengingatkan, sebelum mereka yang mengingatkan.
Seringkali tali lepas, lari.
Tapi, untungnya aku cukup tangkas untuk menarik aku sebelum kerusakan besar.
Ketika tali kembali terikat,
diriku yang kembali sadar akhirnya paham dengan keadaan.
Susah untuk menerimanya, tapi harus.
"Mungkin inilah tugasku, menjadi manusia biasa, menjalani hidup biasa.
Lulus, kerja, pensiun, mati."
"Cukup jalani seperti itu saja, ya, gampang kok."
Gampang?
Terlihat gampang,
tapi apakah aku siap secara mental?
Bahwa ini akan menjadi tugasku selama hidup.
Menjalani sesuatu, yang monoton.
Ah, betapa aku benci kata itu.
Tetapi, inilah tugasku.
Inilah takdirku.
Inilah interpretasiku, tanda-tanda, terhadap apa yang semesta sampaikan.
Aku hanya bisa jalani,
tidak bisa menyangkal,
karena aku tahu apa yang akan terjadi,
"ingat atau kami ingatkan"
Komentar
Posting Komentar